Topik
utama
APBD
2011 Terancam Molor
Dalam
bulan-bulan ini, tentunya DPRD akan bekerja keras mulai pembahasan KUA dan PPAS
yang telah diajukan Eksekutif minggu pertama bulan Juli 2010 lalu, sebagai
rancangan untuk menetapkan APBD 2011 nantinya.
Fenomena ini sebenarnya bukan
masalah baru. Tapi masalah klasik yang dari tahun ke tahun seringkali berulang.
Karena sebagai suatu masalah dan berpotensi merugikan masyarakat, maka
seharusnya menjadi perhatian bersama, terutama bagi Pemda.
Sebagaimana diketahui, beberapa
permasalahan yang mengiringi proses penyusunan APBD itu adalah : pertama, waktu
penyusunan yang molor. Setiap tahun dijumpai daerah yang lamban dalam menyusun
anggaran keuangan pemerintahannya.
Sebagai contoh, rancangan KUA dan
PPAS melebihi waktu dari jadwal yang seharusnya disampaikan kepala daerah
kepada DPRD yakni pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Demikian pula, draf RAPBD yang
semestinya sudah harus diserahkan ke DPRD pada pekan pertama Oktober untuk
dibahas, kenyataannya biasa molor yang akhirnya penetapannya juga molor.
Menurut kepala Dinas Pendapatan
Pengeloaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Komang G Irawadi untuk KUA dan
PPAS yang merupakan awal rancangan APBD 2011 telah diserahkan ke dewan minggu
pertama bulan Juli 2010 lalu. “Rancangan APBD 2011 diawali dengan KUA dan PPAS
yang telah diserahkan ke DPRD minggu pertama bulan Juli lalu,” katanya.
Namun sampai saat berita ini ditulis
Rabu (8/12) pembahasan KUA atau PPAS oleh DPRD belum juga dilaksanakan. Keadaan
ini dapat berdampak molornya APBD bila diteruskan berlanjut.
Hal itu diakui beberapa anggota dewan
saat di konfirmasi INFOKU. Dwi Astutik ketua fraksi PDIP membenarkan sampai
saat ini belum adanya pembahasan rancangan APBD 2011 ini. “Belum dibahas, nanti
setelah selesai penetapan 6 perda inisiatif,” katanya.
Senada juga dikatakan Suningsih dari
fraksi Golkar, yang dengan tegas menjawab akan dibahas minggu depan. “Agenda
pembahasan RAPBD minggu depan,” tegasnya.
Ditempat terpisah Ketua forum
transparansi Blora Amin Farid menceritakan bahwa pada tahun lalu, sejumlah
kabupaten/kota di Jateng diperingatkan Gubernur karena terlambat menyerahkan
RAPBD 2009 ke Pemprov untuk dievaluasi. Termasuk didalamnya kab Blora.
“Keterlambatan penyusunan APBD jelas
merugikan masyarakat. Masyarakat yang semestinya sudah menerima anggaran
pembangunan atau pelayanan publik terpaksa harus tertunda menunggu selesainya
penetapan APBD,” jelas Amin.
Selain itu, Dana Alokasi Umum (DAU)
daerah yang terlambat menetapkan APBD juga akan dipotong 25% oleh pemerintah
pusat.
“Dari sudut pandang perencanaan, keterlambatan penyusunan APBD merupakan
sesuatu yang kurang masuk akal. Logikanya, bagaimana mungkin pemerintahan
bisa berjalan tanpa ada acuan APBD,” tegasnya.
Amin juga menambahkan APBD yang
seharusnya sudah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan atau paling lambat
tanggal 31 Desember, kenyataannya tak sedikit yang molor hingga berbulan-bulan.
“Hendaknya
penetapan APBD tahun 2009 sebagai
pengalaman bagi pemerintahan Bupati Djoko Nugroho yang didampingi wakil bupati
Abu Nafi,” harap Amin Faried.(Agung)
klik gambar==>baca model TABLOID
Firman Subagyo
Anggota Komisi III DPR RI
Lepas Baju Partai, Bekerja Untuk Rakyat
INFOKU,
REMBANG- Cukup sederhana apa yang
diungkapkan Anggota komisi 3 DPR Pusat Firmam Subagyo, terkait
belum dibahasnya RAPBD Blora 20111, saat ditemui di Rembang akhir bulan lalu.
Dia mengatakan bahwa APBD adalah kebijaksanaan anggaran pemerintahan
yang sebagian besar diperuntukan untuk kesehjahteraan rakyat.
“Namanya saja wakil rakyat,
harusnya mereka bekerja untuk kepentingan rakyat. Kerbijaksanaan yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan rakyat diutamakan terlebih dahulu demi
kesejahteraan masyarakatnya,” kata Firman.
Terkait adanya kepentingan politik antara
eksekutif dan legislative dalam penyusunan RAPBD hendaknya diselesaikan secara
musyawarah.
“Apapun
permasalahan semuanya dapat diselesaikan dengan duduk satu meja. Lepas baju
partai, karena mereka sudah wakil rakyat. Bekerja untuk kepentingan dan demi
kesejahteraan mayarakatnya,” jelas Firman.
Disisi lain Firman menggarisbawahi kesepahaman
antara eksekutif dan legislatif sangat penting dalam menjaga kondusifnya sebuah
pemerintahan.
‘Kebijaksanaan Pemerintah Daerah bisa jalan baik,
bila semua unsur muspida saling bekerjasama,” tandasnya.
Firman Subagya juga berharap kebijaksanaan Pemkab
Blora hendaknya mengutamakan program pembangunan ekonomi kerakyatan, yang
bertumpu pada kesejahteraan masyarakat.
“Bila
rancangan program pemkab dalam membangun perekonomian rakyatnya berhasil,
niscaya dapat menghasilkan rangsangan yang positif terhadap laju pertumbuhan
ekonomi di Blora,” tambah Firman. (Agung)
Haryono SD mantan
Wakil ketua DPRD Blora Periode 1999-2004
Himbau ditetrapkan awal tahun 2010
INFOKU, BLORA- Mantan wakil ketua DPRD Blora Haryono SD
angkat bicara tentang pentingnya APBD
untuk sebuah pemerintahan. Untuk itu dirinya menghimbau baik eksekutif maupun
legislatif agar sesegera mungkin menetapkan APBD 2011 diawal tahun mendatang.
Meskipun
penyusunan APBD rentan dengan berbagai kepentingan politik, namun aturan-aturan formal
tetap harus dijadikan landasan, terutama prinsip dan kaidah normatifnya.
Jika hal
ini sungguh-sungguh dipedomani oleh eksekutif dan legislatif, niscaya APBD
menjadi “alat intervensi” negara dalam mensejahterakan masyarakat, dan bukan
justru menjadi sumber masalah.
“Termasuk
didalamnya gaji PNS juga termuat di APBD, yang hitunganya hampir separo dari
anggaran di APBD itu sendiri. Namun keistemewaan gaji PNS adalah wajib
dibayarkan disetiap bulannya, walau APBD belum ditetapkan,” kata Haryono yang
telah dinyatakan tidak terbukti bersalah oleh MA pada dugaan korupsi APBD 2003
ini.
Disamping
alokasi itu, dituntut juga 20 persen untuk alokasi anggaran pendidikan. Belum
lagi berapa persen untuk biaya administrasi pemerintahan misalnya pembelian
alat tulis Kantor.
“Sehingga
biaya yang dialokasikan untuk rakyat seperti pembangunan gedung sekolah, jalan,
saluran irigasi dan lainlain, dalam kisaran angka 20 persenan,” jelas Haryono.(Agung)
GAGASAN REDAKSI
Refleksi
Hari Jadi Kabupaten Blora
Filosofi Gembong Amijoyo Sang Barongan dan Bupati Djoko
Nugroho
Konon
dijaman dahulu sebelum kabupaten Blora berdiri, wilayahnya semua tertutup oleh
hutan.
Saat itu hutan wilayah tersebut sangat
lebat sekali sehingga sangat jarang manusia lewat dan melintasi daerah itu.
Dikisahkan pula siapapun yang lewat
ditengah hutan ini, dipastikan akan menemuhi berbagai halangan. Baik halangan
dan gangguan seperti makhuk gaib ataupun yang lainnya.
Tersebut ada seorang manusia yang
menjaga hutan jati (Alas wengker- bahasa jawa)terbesar di Dunia ini, yang
mempunyai kesaktian luar biasa.
Ketekunannya dalam bersemedi dan
mendekatkan diri pada Sang Pencipta, membuat dirinya menjadi orang sakti
dijamanya. Orang-orang dijaman itu menyebutnya dengan sebutan Gembong Amijoyo.
Dalam semedinya dihutan tersebut Dia
menerima suara gaib, yang intinya bahwa hutan ini (BLORA dahulu kala-red)
adalah daerah yang kaya raya. Dan dirinya (Gembong Amijoyo-red) oleh suara gaib
tersebut diperintahkan untuk menjaga hutan beserta isinya.
Usai bersemedi Gembong Amijoyo-pun
yang mempunyai kesaktian yang dapat merubah dirinya menjadi harimau raksasa (Singo
Barong/ Barongan-red) ini, menepati janjinya untuk menjaga hutan
beserta isinya dari gangguan siapapun.
Dikisahkan pula siapapun yang akan
melintas atau memanfaatkan hutan tersebut harus meminta ijin pada dirinya.
Konon ada cerita rakyat sampai saat ini masih berkembang di Blora, ada
sekawanan perampok yang merusak hutan. Mereka menebangi hutan secara liar.
untuk dijual dikerajaan lain.
Karena merasa daerahnya di rusak,
Sang Gembong Amijoyo marah dan mengajak tarung mereka. Mereka yang berjumlah ratusan
orang ini, akhirnya bertekuk lutut dibawah kaki Sang Gembong Amijoyo.
Entah sudah beberapa ribu orang yang
mengalami kejadian seperti itu, sehingga setiap manusia yang akan merusak hutan
dan isinya ini, pasti akan takut bila mendengar nama Sang Gembong yang
mempunyai kesaktian luar biasa ini.
Dalam cerita itu juga sejak dijaga
Sang Gembong Amijoyo ini, masyarakat dipinggiran hutan dapat merasakan dan
menikmati hasil hutan. Sehingga kala itu boleh dikata masyarakat sudah
sejahtera pada ukuran dijamannya.
Sekarang ini diera pemerintahan
bupati Blora ke 27 ini (Djoko Nugroho-red) sudah saatnya bisa menjaga kekayaan
alam untuk kesejahteraan rakyatnya.
Langkah yang diambil bupati Blora
dengan dukungan ketua DPRD menuntut lebih tinggi dari bagi hasil minyak bumi
kepada pusat, merupakan satu langkah yang lebih maju. Langkah yang boleh dikata gaya
Gembong Amijoyo sang barongan era modern. Yang mana untuk mempertahankan hasil
bumi Blora, guna mensejahterakan rakyatnya.
Bukan hanya sebagai penonton saja,
saat hasil bumi Blora yang diperebutkan orang-orang pusat. Sedangkan kita yang
hidup di Blora hanya kebagian residunya saja.
Penulis yang asli Blora dan telah
dipimpin tiga Bupati berbeda selama menjadi wartawan di Blora, menyadari betul
tugas yang diemban Bupati Blora ke 27 (Djoko Nigroho) ini adalah yang terberat.
Mewujudkan Pendidikan gratis sampai
tingkat SLTA dan Mewujudkan pelayanan Gratis semua jenis pelayanan Puskesmas
dan Kelas III di BRSD adalah dua dari 12 Misi dan Visi yang harus dicapainya dalam
3 tahun pemerintahanya.
Untuk itulah salah satu solusi adalah
meningkatkan PAD, yakni dengan menuntut bagi hasil minyak yang lebih tinggi. Dirgahayu kabupaten Blora ke 261 dan
selamat bertugas Pak Kokok (panggilan akrab Bupati Blora Djoko Nugroho). Kesejahteraan
rakyat Blora ada ditanganmu. (Penulis : Drs Ec.
Agung Budi Rustanto, Pimpinan redaksi tabloid INFOKU)
klik gambar==>baca model TABLOID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar